Rabu, 10 Maret 2010

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG
PT Tidar Kerinci Agung (PT TKA) adalah perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit. Usaha perkebunan ini berlokasi di Jorong Batu Kangkung Kenagarian Batu Kangkung, Jorong Mangun Jaya, Jorong Koto Ubi, Jorong Sungai Betung Kenagarian Lubuk Besar Kecamatan Asam Jujuhan Kab. Dhamasraya. Jorong Talao dan jorong Sungai Talang Kenagarian Sungai Kunyit Kec. Sangir Kab. Solok Selatan dan desa Rantau Tipu Kec. Limbur Lubuk Mangkuang Kab. Bungo Prov. Jambi.
Pembukaan areal perkebunan dan pembibitan dilakukan pada tanggal 1 Januari 1986 dan penanaman mulai dilakukan pada tahun 1987. Sedangkan pabrik pengolahan kelapa sawit mulai beroperasi pada tahun 1991 dan diresmikan pada 1992. Semua tanaman di areal lokasi perkebunan pada saat ini sudah berproduksi dan diolah langsung pada pabrik kelapa sawit yang langsung berlokasi di areal perkebunan.
PT. TKA memiliki lahan 28.029 ha yang berstatus sebagai Hak Guna Usaha (HGU), yang sampai tahun 2003 telah ditanami seluas 16.084 ha, sisanya adalah berupa bangunan dan pemukiman (234 ha), fasilitas dan infrastruktur (1.324 HA), rawa sungai (1.115 ha) buffer zone TNHS (189 Ha), dan arel yang belum ditanam serta lahan konservasinya (9.058 ha). Belum di usahakan masih berupa hutan primer dan hutan sekunder. Untuk memudahkan pemantauan dalam pengelolaan kebun, maka lahan yang telah di usahakan dibagi menjadi 4.507 plot (petak) yang tergabung kedalam 466 klompok (field) dari 5 divisi.
Kapasitas HGU yang layak ditanam diprediksi sebanyak 2.429.760 pohon atau setara 120 pohon/Ha yang terdiri dari 16.048 ha yang sudah ditanam dan 4.200 ha areal pengembangan. Target produksi tandan buah segar (TBS) rata – rata 17 ton/Ha. Penanaman dilakukan secara bertahap mulai dari 1987 sampai 1997.


1.2. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan laporan Praktek Kerja Lapangan yang berjudul “Proses Pengolahan Kelapa Sawit menjadi CPO (Crude Palm Oil) Di PT. Tidar Kerinci Agung (TKA)” adalah untuk mengetahui bagaimana proses yang terjadi sampai di hasilkan CPO dan kernel, mengetahui cara analisa laboratorium untuk mengetahui kualitas minyak dan kernel yang di hasilkan dan mengetahui cara pengelolaan limbah kelapa sawit ( limbah cair, padat dan B3)




















BAB II
PROSES PENGOLAHAN KELAPA SAWIT MENJADI CRUDE PALM OIL (CPO) DI PT. TIDAR KERINCI AGUNG (TKA)

2.1. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1. Minyak Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elaeis Guinensis Jacq) merupakan tanaman tropis golongan palmae yang termasuk tanaman tahunan (Naibaho, 1998). Ditambahkan pula oleh Ketaren (1986), kelapa sawit adalah tanaman berkeping satu yang termasuk family palmae. Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropis dengan curah hujan 2000 mm/tahun dan kisaran suhu 22 – 32oC.
Kelapa sawit adalah salah satu tanaman penghasil minyak nabati, yang dewasa ini tumbuh sebagai tanaman liar (hutan), setengah liar dan sebagai tanaman yang di budidayakan di daerah-daerah tropis Asia Tenggara, Amerika Latin dan Afrika. Menurut penelitian tanaman ini berasal dari Afrika yaitu kawasan Nigeria di Afrika Barat (Setyamidjaja, 1991).
Menurut Hutomo dan Latif (1990), kelapa sawit adalah tanaman penghasil minyak yang tinggi di bandingkan dengan tanaman penghasil minyak lainnya seperti kelapa, kedelai dan kacang tanah. Penggunaan minyak kelapa sawit tidak hanya untuk konsumsi (minyak makan) juga untuk industri kimia. Unutuk keperluan kimia dan industri yang diharapkan adalah sifat minyak dengan fraksi cair yang lebih cair dari fraksi padat, karena lebih mudah dalam pengolahan menjadi bahan jadi.
Minyak kelapa sawit yang digunakan berasal dari daging buah (mesocarp) dan dari inti sawit atau kernel (endosperm) (Setyamidjaja, 1991). Selanjutnya Ketaren (1986) menambahkan bahwa buah adalah bahan untuk mendapatkan minyak dan inti sawit. Buah yang baik berasal dari tandan buah yang matang sempurna.
Pengolahan tandan buah segar (TBS)dengan bahan baku menjadi minyak kasar (crud palm oil) yang bermutu baik adalah tujuan utama dari proses pengolahan. Pengolahannya dilakukan menurut tahap-tahap tertentu dan sesuai dengan syarat yang ditentukan sejak dari lapangan sampai proses akhir (Lubis,1992).
Narbaho (1998), menyatakan bahwa hasil utama yang dapat di peroleh dari tandan buah sawit adalah minyak sawit yang terdapat pada daging buah (mesocarp) dan minyak inti sawit yang terdapat pada kernel. Minyak sawit dan minyak inti sawit mulai terbentuk sesudah 100 hari setelah penyerbukan dan berhenti setelah 180 hari atau setelah minyak didalam buah sudah jenuh. Sedangkan Setyamidjaya (1991), menambahkan proses pembentukan minyak didalam buah berlangsung selama 24 hari, yaitu pada waktu buah telah masak.
Selanjutnya Satyawibawa dan widyastuti (1992), menyimpulkan bahwa panen harus dilaksanakan pada saat yang tepat sebab akan menentukan kualitas dan kuantitas buah kelapa sawit. Penentuan saat panen mempengaruhi Asam Lemak Bebas (ALB) yang dihasiulkan. Apabila pemanenan buah dilakukan dalam keadaan lewat matang, maka minyak yang dihasilkan akan mengandung ALB dengan persentase yang tinggi (lebih dari 5%). Sebaliknya jika panen dilakukan dalam keadaan buah belum matang maka kandungan ALB nya rendah, begitu juga dengan rendemennya.
Adapun criteria panen adalah sudah ada 2 brondolan lepas dari tandannya atau jatuh ke piringan pohon untuk tiap kg tandan. Untuk tandan yang beratnya kurang dari 10 kg di pakai criteria 1 brondolan per kg (Lubis,1992).
Menurut Satyawibawa dan widyastuti (1992) bahwa ada beberapa tingkat atau fraksi dari TBS yang dipanen seperti yang terlihat pada Tabel 1. Tandan yang terlalu matang akan menimbulkan kerugian mutu dimana ALB tinggi, juga pada fraksi ini sudah banyak buah yang lepas hingga kemungkinan hilang sangat besar karena tercecer atau memar. Memar ini akan menimbulkan keluarnya minyak dari sel minyak, sehingga minyak akan banyak melekat pada tandan, kotoran, alat atau benda laiinya. Buah mentah atau fraksi 00 dan fraksi 0 akan merugikan, karena minyak yang terbentuk belum maksimal, tandan ini akan kurang sempurna sterilisasinya, sehingga pada penebahan tidak semua buah dapat dikeluarkan dari tandan dan inti sukar keluar dari cangkang (Lubis, 1992)
Tandan yang sudah dipanen harus dihadapkan kearah pasar (jalan) panen dan brondolan dikumpul serta dimasukkan kedalam karung TBS yang tidak kotor dan berpasir (Lubis, 1992). Tujuan agar pengumpulan TBS di TPH lebih mudah dilakukan, dan kemungkinan TBS tertinggal di tempat pemanenan kecil. TBS memiliki beberapa criteria masa panen, antara lain : (1) bila ada satu bondolan yang lepas dari tandannya, (2) bila ada lima brondolan yang lepas dari tandannya, (4) bila ada 1-2 brondolan yang lepas dari tandananya per kg TBS.
Laju pematangan buah sawit dipengaruhi oleh perubahan cuaca serta komposisi asam lemak plastisida, minyak sawit sangat berbeda jika di panen saat musim hujan kandungan ALB nya meningkat Karena terjadi reaksi hidrolisis pada buah kelapa sawit.
ALB juga meningkat dengan bertambahnya dengan bertambahnya umur pohon sawit. Hal ini dikarenakan kondisi lingkungan, misalnya faktor keinggian, dimana TBS jatuhnya dari tempat yang lebih tinggi akan lebih parah kerusakan buahnya. Karena itu pada areal yang miring, cenderung panen mentah. Karena TBS yang bergulir menyebabkan banyak brondolan yang lepas. Selain itu pemanen sering melakukan pemanenan yang belum waktunya dengan beberapa alasan, yakni agar mencapai tonase dan mempermudah pengutipan TBS dan brondolan ke Tempat Pengumpulan Hasil (TPH).
Table 1. Beberapa Tingkatan Fraksi TBS
Kematangan Jumlah brondolan (% dari buah luar) Fraksi Keterangan
Mentah Tidak ada 00 Sangat mentah
1,0 – 12,5 % 0 Mentah
Matang 12,5 – 25,0 % 1 Kurang matang
25,0 – 50,0 % 2 Matang I
50,0 – 75,0 % 3 Matang II
Lewat matang 75,0 – 100 % 4 Lewat matang I
Buah dalam ikut membrondol 5 Lewat matang II
Sumber : Pusat Penelitian Marihat (1992) cit Satyawibawa dan Widyastuti (1992)
Selanjutnya Lubis (1992), mengatakan agar buah yang memar yang menyebabkan buah lunak seminimal mungkin, baik waktu memotong, membawa ke TPH maupun mengangkut ke truk serta menjaga buah agar tidak terlalu kotor, karena tanah atau debu. Janjangan kosong yang buahnya telah rontok agar di tinggal di TPH, pelunakan akan mempercepat peningkatan ALB di mana sebelum di potong sebesar 0,2 – 0,7 % dan ketika jatuh ke tanah akan meningkat 0,1 % setiap 24 jam. Dinding sel yang lunak karena pelunakkan akan segera menimbulkan proses enzimatis, autokatalisis atau hidrolisa yang akan meningkatkan ALB. Buah yang busuk menyebabkan rusaknya antiokasidan alami (tokoperol) yang dimiliki. Oksidasi akan menghasilkan peroksida yang selanjutnya terurai menjadi aldehid atau keton yang menimbulkan kerusakan tandan akan memberikan mutu minyak yang baik.
Pengolahan TBS di pabrik bertujuan untuk memperoleh minyak sawit yang berkualitas baik proses tersebut berlangsungcukup panjang dan memerlukan control yang cermat, di mulai dari pengangkutan TBS dari TPH kepabrik sampai dihasilkannya minyak sawit dan hasil sampingnya. Pada dasarnya ada 2 macam hasil olahan utam pengolahan TBS di pabrik, yaitu minyak sawit merupakan hasil pengolahan daging buah dan minyak inti sawit yang di hasilkan dari ekstraksi inti sawit.
2.1.2. Proses Pengolahan Kelapa Sawit
Proses ini dikaraktersasi dengan perebusan tandan buah segar ( TBS ) dengan uap dalam upaya menonaktifkan enzym alam dan membebaskan buah dari tandan serta memperlunak buah sehingga memudahkan penarikan minyak. Tahapan proses basah penarikan crude palm oil (CPO) adalah sebagai berikut :
1) Penimbangan
Setelah tandan buah segar ( TBS ) di bongkar dari truk pengangkut, lansung ditimbang untuk mengetahui jumlah produk. Setelah itu dimasukkan ke loading ramp ( lori ) untuk diangkut ke unit perebusan ( sterilizer ).
2) Perebusan
Buah kelapa sawit berupa tandan buah segar ( TBS ) bersama dengan lori dimasukkan kedalam unit perebusan ( sterlizer ). Sterilisasi dilakukan dengan cara mengalirkan uap air ( steam ) selama 90 menit pada suhu 130OC dan tekanan 2,5 atm. Tujuan perebusan adalah sebagai berikut :
• Memudahkan pelepasan buah dari janjang, melunakan buah, mengurangi kadar air dalam buah.
• Mematikan mikroorganisme dan enzim yang menguraikan minyak menjadi asam lemak bebas dan gliserol, mengkoagulasikan albumen ( protein ) agar tidak terbawa cairan kempa tetapi tertinggal bersama ampas kempa-dari proses ini dihasilkan kondensat (limbah pengolahan kelapa sawit ).
• Memperkecil kemungkinan pecahnya biji dan inti pada saat pengempaan.
• Agar terjadi perubahan Fisik-Kimia awal daging buah, sehingga memudahkan ektraksi minyak.
Pada tahap ini air limbah kondesat uap/sterilizer adalah 0,15-0,18 m3 Kg/ton TBS.
3) Penebahan – Pelumatan ( Threshing ).
Setelah perebusan ( sterilizer ), tandan buah segar kelapa sawit selanjutnya diangkut menggunakan hosting crane menuju unit penebah dengan unit otomatis. Penebahan dilakukan dengan cara menuang tandan buah segar sedikit demi sedikit secara teratur ke atas mesin penebah ( thresher ) untuk melepaskan buah dari kelopak.
Secara teknis, mekanisme pelepasan buah sawit pada proses penebahan-pelumasan (threshing ) adalah sebagai berikut ;
• Buah dari pengisi otomatis masuk ke dalam drum yang berputar, dengan bantuan sudu-sudu yang ada dalam drum buah terangkat dan jatuh terbanting sehingga buah lepas dari tandan.
• Melalui kisi-kisi drum buah masuk ke conveyor, sedangkan janjang dengan kotoran dari unit penebahan dikeluarkan dari unit thresher lalu diangkat ke unit pengomposan dan ke incenerator atau di tebar ke lahan perkebunan.
Pada tahap ini limbah tandan kosong yang dihasilkan 230-250 Kg/ton TBS.

4) Peremasan
Proses ini adalah meremas buah, sehingga daging buah lepas dari biji dan sekaligus menghancurkan sel-sel yang mengandung minyak dalam waktu singkat ( 25-30 menit ), agar minyak dapat diperas sebanyak-banyaknya pada proses pengempaan.
Secara teknis, proses peremasan buah kelapa sawit yang dimaksud adalah :
• Buah kelapa sawit dimasukkan kebejana pelumat ( digester ) yang dilengkapi dengan pisau-pisau.
• Didalam bejana pelumat ( digester ), buah kelapa sawit diaduk pada kondisi panas dengan temperatur 80-90OC.
• Putaran piasu menyebabkan terjadinya gesekan sesama buah. Diantara masa remasan dengan pengaduk dan dinding ketel, dikombinasi dengan pemanasan menyebabkan sel-sel mengandung minyak hancur. Sehingga, daging buah menjadi longgar terhadap biji dan akhirnya semua daging buah terlepas- namun serat-serat daging buah masih kelihatan utuh atau tidak teremas halus.
• Minyak yang dibebaskan dari bejana atau digester harus segera dikeluarkan untuk mencegah terbentuknya emulsi yang akan menghambat ekstraksi minyak.

5) Pengempaan
Pengempaan ( ekstraksi ) merupakan proses pengeluaran minyak dari buah kelapa sawit yang telah diremas. Proses ini dilakukan menggunakan alat kempa berupa hydraulic press ( kempa hidraulik ) atau screw press dengan tekanan 1.000 psi.
Pada proses pengempaan, minyak akan diekstraksi sebanyak mungkin. Agar diperoleh minyak yang banyak, maka perbandingan biji dengan pericarp ( kulit buah ) dalam massa yang dikempa harus optimal.
6) Minyak hasil pengempaan
Minyak hasil pengempaan, selanjutnya diolah di station klarifikasi untuk mendapatkan minyak kasar ( CPO ) yang bersih. Sedangkan cake ( limbah ) yang mengandung campuran serat dan biji dipisahkan pada proses selanjutnya.
7) Klarifikasi
Minyak yang berasal dari pengempaan masih banyak mengandung air dan kotoran, baik yang larut dalam minyak maupun mengendap. Klarifikasi merupakan proses pembersihan minyak dari bahan bukan minyak sawit, agar menghasilkan minyak ( CPO ) yang bersih dan stabil.
Proses klarifikasi dilakukan pada suhu sekitar 90OC dengan beberapa tahapan sebagai berikut ;
• Perlakuan fisik berupa pengenceran minyak dengan air panas untuk lebih memudahkan proses pemisahan minyak dari kotoran penyerta. Dari pengenceran butir-butir minyak akan mengapung di bagian atas.
• Minyak yang telah diencerkan kemudian disaring menggunakan vibrating screen. Serat yang tidak lolos saringan , di kirim kembali pada unit pengempaan, sedangkan minyak yang mengandung kotoran dibersihkan lebih lanjut pada unit decanter.
• Pada unit decanter, bahan padat ( lumpur cair ) dipisahkan dari komponen minyak. Namun, karena minyak yang dihasilkan pada tahap ini masih banyak tercampur lumpur ( sludge ), selanjutnya dilakukan klarifikasi pada unit clarifier tank.
• Air yang terpisah dibuang sebagai limbah cair, dan bahan padatan ( solid cake ) akan dibuang sebagai limbah padat.
Minyak yang dihasilkan dari proses klarifikasi, masih membutuhkan pemurnian pada unit oil purifier. Kemudian dilakukan pengeringan minyak pada unit vacuum oil drier, sehingga diperoleh minyak sawit (CPO) dengan kadar air dan kotoran yang memenuhi persyaratan. Selanjutnya minyak (CPO) ditimbun ke dalam stroge tank sebelum diangkut ke daerah lain/pelabuhan Teluk Bayur menggunakan tangki.

8) Pemisahan Serat Inti Biji.
Selain minyak sawit ( CPO ), pada proses pengempaan juga dihasilkan padatan berupa campuran serat dan biji sawit-disebut cake. Jika proses pengempaan berjalan baik, maka cake yang dihasilkan berkadar lemak rendah dan bersifat kering.
Produk berupa cake dimasukkan kedalam alat yang disebut depericarper yang bekerja dengan system pneumatic, berfungsi memisahkan serat ( ampas ) dan biji sawit serta membersihkan biji dari sisa-sisa serabut yang masih menempel pada biji. Ampas kering-serat kering akan terhisap ke dalam unit siklon ampas ( fibre cyclone ), sedangkan biji dengan berat jenis lebih besar jatuh dan diangkat oleh conveyor agar masuk ke dalam drum pemolis. Serat yang telah kering dipakai untuk bahan bakar boiler, sedangkan biji dikeringkan dan dipecah ( crackers) serta dipisakan antara cakang dan kernel. Selanjutnya kernel disimpan dalam silo dan dibawa ketempat pengolahan kernel yang dilakukan pada unit kegiatan lainnya.
Pada tahap ini sisa padat berupa fiber dan cakang yang dihasilkan adalah 145 dan 60 kg/ton TBS masing-masingnya.



2.1.3. Pengelolaan Limbah
1) Limbah Cair.
Sumber limbah cair berasal dari proses produksi kelapa sawit adalah dari unit sterilisasi, unit klarifikasi dan buang hidrosiklon serta air dari pencucian lantai dan mesin serta air limbah dari boiler. Air limbah dari proses produksi sebelum dialirkan ke Sungai Batang Suir terlebih dahulu diolah pada Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) yang dilengkapi dengan 10 (sepuluh) kolam yang terdiri dari 1 buah mixing pond, 2 buah An Aerobik pond, 1 buah fakultatif, 2 buah aerobik pond dan 4 buah kolam sedimen dengan kapasitas volume IPAL 87.550 m3. Sedangkan limbah cair yang berasal dari boiler dilengkapi dengan kolam sedimen berjulah 6 pond dengan volume 13.820 m3 yang pada akhir aliran limbah cairnya masuk kepada bak sedimen IPAL. Limbah cair yang keluar dari IPAL telah dilengkapi dengan alat pengukur debit.
Limbah cair yang dihasilkan dari proses produksi selama tahun 2008 yang berdasarkan kepada perhitungan produksi senyatanya yaitu 268.677 ton TBS diperkirakan dengan mengunakan rasio air limbah 0,8 m3/tahun ton TBS adalah 268.677 ton TBS x 0,8 m3/tahun ton TBS = 214.942 m3/Tahun atau 716,472 m3/hari. Limbah cair yang keluar dari outlet IPAL terlebih dahulu dialirkan melalui areal perkebunan yang berjarak ± 3 km dari muaro Sungai Batang Suir.
2) Limbah Padat
a. Limbah Kebun
Limbah perkebunan kelapa sawit berupa pelepah daun kelapa dan sarasah/ranting tanaman penganggu kelapa sawit dimanfaatkan untuk kompos di areal perkebunan kelapa sawit.
b. Limbah Pabrik.
Limbah padat yang berasal dari aktifitas pabrik pengolahan kelapa sawit adalah berupa sisa-sisa janjang buah kosong, serabut buah dan cangkang kernel. Limbah padat berupa janjang kosong dimanfaatkan kembali untuk pemupukan tanaman kelapa sawit. Limbah padat berupa serabut dan cangkang dimanfaatkan sebagai bahan bakar boiler
3) Limbah B3
Limbah B3 yang dihasilkan hanyalah berupa pelumas bekas yang berasal operasional genset, truk, alat berat excavator/bouldozer dan berbagai jenis kendaraan perusahaan. Dari berbagai aktifitas tersebut diperkirakan pelumas bekas yang dihasilkan 300 liter/bulan. Untuk menghindari terjadinya dampak pencemaran lingkungan atau dampak berbahaya lainnya, maka pelumas bekas tersebut dimasukkan ke dalam drum-drum yang telah disediakan dan disimpan pada suatu gudang tertentu yang terlindung dari cahaya matahari. Sebahagian pelumas bekas ini dimanfaatkan sebagai pelumas rantai mesin.

2.1.4. Analisa Laboratorium
2.1.4.1 Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid/FFA)
Asam lemak bebas dapat menetukan derajat ketinggian mutu kelepa sawit. Makin tinggi ALB, mutu minyak akan semakin rendah karena akan lebih mudah mengalami ketengikan. Oleh sebab itu persyaratan ALB dalam CPO haruslah seminimal mungkin, atau maksimal 5%. Asam lemak dalam CPO adalah asam palmitat (C15COOHCH3(CH2)4COOH), dengan BM 256. Karena itu perhitungan ALB CPO harus berdasarkan Asam Palmitat
Semakin tinggi asam lemak bebas dalam CPO akan sangat mempengaruhi terhadap proses pemurnian CPO dan membutuhkan biaya produksi yang sangat besar. Hal ini karena dalam proses pemucatan CPO yang berkadar ALB tinggi membutuhkan biaya yang banyak.
Pada proses pengolahan sawit untuk menghasilkan minyak mentah atau disebut dengan CPO (Crude Palm Oil), kadar asam lemak bebas menjadi salah satu factor utama penetu kualitas CPO yang dihasilkan. Semakin rendah kadar FFA dalam CPO maka kualitasnya semakin baik. Jika kadar FFA besar maka akan berpengaruh pada produksi minyak selanjutnya. Karena minyak jadi yang dihasilkan akan lebih cepat mengalami proses penguraian butir-butir minyak oleh asam lemak bebas sehingga mengakibatkan minyak tersebut cepat berubah rasa atau bau.
Beberapa sampel minyak yangperlu dicek kadar FFA nya adalah :
1. Oil after screw press
2. Clarifier tank
3. Vacuum dryer
4. Storage tank
Untuk standar mutu FFA yang baik di ekspor adalah < 5%. Rumus perhitungan yang digunakan adalah :
Kadar FFA = V NaOH x N NaOH x 25,6
W

Keterangan : 25,6 = BM asam palmitat dalam gram
V = Volume NaOH (ml)
N = Konsentrasi NaOH (Normalitas/N)
W = Berat sampel (gram)
Kadar asam lemak bebas yang tinggi di sebabkan oleh beberapa factor, yaitu :
1. Proses pengolahan dari buah kelapa sawit yang busuk atau tidak bagus.
2. Lamanya waktu pengolahan atau penimbuanan
3. Lamanya waktu penyimpanan atau pemanasan dengan temperatur tinggi dan berulang-ulang
4. Tingginya kadar kotoran dan kadar air.
Prinsip kerja dalam penentuan kadar FFA yang terdapat dalam CPO :
Sampel minyak dilarutkan dalam alcohol netral ± 50 ml, kemudian di panaskan sehingga ALB/FFA yang terkandung didalamnya larut, lalu larutan tersebut dititer dengan NaOH sampai titik akhir titrasi bewarna pink dengan bantuan indikator pp.

2.1.4.2. Kadar Air
Kadar air adalah bahan menguap yang terdapat dalam jumlah tertentu pada sustu contoh atau sebagai jumlah total dari zat menguap pada kondisi-kondosi tertentu.
Kadar air dan minyak harus terus dipantau karena kadar air yang tingg pada minyak akan mempercepat terjadinya reaksi ketengikan. Kadar air dapat dihitung dengan mengurangkan berat sampel sebelum dipanaskan dengan berat sampel setelah di panaskan.
Kadar air dalam CPO disebakan oleh :
1. Pada saat steam yaitu proses penghancuran buah dengan mempergunakan uap air. Pada proses memungkinkan adanya air yang bercampur pada PCO.
2. Pengaruh lingkungan seperti factor cuaca, suhu, dan lainnya.

Prinsip penentuan kadar air (Moisture) :
Sampel minyak yang mengandung air dimasukkan kedalam oven pada suhu ± 150oC, selama ± 1-2 jam sehingga kandungan air dalam minyak menguap, jadi minyak tersebut bebas dari air.
Rumus: Kadar Air = (w+s) – w1 x100%
S
Keterangan : W = berat cawan kosong (gram)
S = berat sampel (gram)
W1 = berat cawan + sampel kering (gram)

2.1.4.3. Kadar Kotoran
Kadar kotoran juga diperlukan untuk mengetahui derajat kemurnian minyak. Kotoran dalam CPO biasanya diakibatkan oleh keadaan tangki penimnbunan atau tangki pengangkut yang kotor.
Kotoran dalam suatu minyak atau lemak terdiri Dario bahan mineral yang terdapat bersama kotoran organik.
Pelarut-pelarut yang biasa digunakan untuk penetapan ini adalah :
1. Petrolium eter dengan titik didih 80oC hingga 1000C
2. Petrolium eter dengan titik didih 40oC hingga 600C
3. Karbon di sulfide yang baru di suling sebelum digunakan.
Prinsip kerja dalam penentuan kadar kotoran ini adalah :
Sampel minyak di larutkan dengan n-heksana lalu di hisap dengan pompa vaccum melalui kertas saring, dimana semua larutan akan turun dan hanya kotoran yang tertinggal dan ditimbang.
Rumus: Kadar Kotoran = (wb-wa) x100%
w
keterangan : Wa = berat cawan kosong (g)
Wb = berat cawan + sisa kotoran (g)
W = berat sampel (g)

2.1.4.4. Penentuan Minyak Terbuang (Oil Losses)
Pada proses pembuatan minyak CPO tidak semua minak bias di pungut, tetapi sebagian kecil akan ikut terbuang pada serabut Screw Press (SP), Sludge decanter (SD), cake dcanter (CD), condensate Sterilizer (CS), dan Final Effluent (EF). Sebelum ditentukan kadar oil lossesnya setiap sampel harus dibebaskan dulu dari kandungan airnya, supaya tidak mempengaruhi hasil destilasi.
Kadar oil losses maksimal dari masing-masing sampel terhadap sampel wet bassis adalah:
1. Screw Pres < 4,5 %
2. Sludge Decanter < 1,8 %
3. Cake Decanter < 1,2 %
4. Condensat Sterilizer < 0,6 %
5. Final Effluen < 0,8 %
Rumus : (w1-w0) x 100%
(w2-w)
Ketrangan : W = berat cawan kosong (g)
W2 = berat cawan + sampel kering (g)
W0 = berat labu kosong (g)
W1 = berat labu + minyak (g)
2.1.4.5 Penetapan Nilai DOBI (Deterioration Of Bleachability Index)
DOBI merupakan salah satu indikator mutu dari CPO. Semakin tinggi nilai DOBI pada CPO menunjukkan mutu CPO yang bersangkutan semakin baik. Salah satu cara menganalisis nilai DOBI pada CPO adalah dengan menggunakan Spektrofotometer Genesys 10 UV sudah memiliki feature analisis Absorbance Ratio, sehingga hasil analisis DOBI bisa langsung didapat tanpa perhitungan secara manual.

Nilai DOBI = Abst.at 269 nm / abs.at 446 nm.




















2.2 BAHAN DAN METODA PELAKSANAAN PKL
2.2.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Pelaksanaan PKL ini dilakukan pada tanggal 8 Februari sampai dengan tangga 22 Februari 2010 di Pabrik Kelapa Sawi (PKS), di Laboratorium Pabrik Kelapa Sawit dan di kebun Kelapa Sawit PT. Tidar Kerinci Agung (PT.TKA).
2.2.2. Metoda Pelaksanaan
1. Metoda gravimetric untuk penetapan kadar air dan kadar kotoran.
2. Metoda volumetric untuk penetapan kadar asam lemak bebas.
3. Metoda Spektrofotometri untuk penetapan nilai DOBI.
2.2.3. Prosedur Pelaksanaan
2.2.3.1. Penetapan Kadar FFA (Asam Lemak Bebas)
2.2.3.1.1. Bahan Dan Alat
 Bahan : Minyak CPO, alkohol, indikator Penolptalein (PP), NaOH 0,1
 Alat :
• Erlenmeyer 100 ml
• Hot plate
• Buret
• Timbangan
2.2.3.1.2 Prosedur Kerja
1. Ditimbang ± 3 gram sampel minyak dalam Erlenmeyer 100 ml
2. Kemudian ditambahkan kedalamnya 40 ml alkohol netral dan tambahkan 1-3 tetes indikator PP.
3. Dipanaskan di atas Hot Plate untuk menghomogenkan sampel
4. Dititar larutan diatas dengan NaOH 0,1 N sampai didapatkan titik akhir titrasi warna merah muda.
Kadar FFA = V NaOH x N NaOH x 25,6
W



Keterangan : 25,6 = BM asam palmitat dalam gram
V = Volume NaOH (ml)
N = Konsentrasi NaOH (Normalitas/N)
W = Berat sampel (gram)

2.2.3.2. Penetapan Kadar Air
2.2.3.2.1. Bahan Dan Alat
 Bahan : minyak pada Screw Press, Vaccum dryer, Storage Tank.
 Alat :
• Cawan
• Oven
• Desikator
• Timbangan
2.2.3.2.2. Prosedur Kerja
1. Dikeringkan cawan dalam oven bersuhu ± 1050 C sampai kering
2. Dinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya (w)
3. Ditimbang sampel sebanyak ± 10 gram dalam wadah cawan tersebut, dan dicatat beratnya (s)
4. Dimasukkan sampel beseta cawan tersebut kedalam oven selama ± 1-2 jam
5. Didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang dan di catat beratnya sebagai (w1)

Rumus Kadar Air = (w+s) – w1 x100%
S
Keterangan : W = berat cawan kosong (gram)
S = berat sampel (gram)
W1 = berat cawan + sampel kering (gram)





2.2.3.3. Penetapan Kadar Kotoran
2.2.3.3.1. Bahan Dan Alat
 Bahan : Sampel Vaccum Dryer dan Storage tank, kapas, kertas saring What man
 Alat :
• Goach Crucble
• n-hexsana
• Oven
• Desikator
• Erlenmeyer
• Pompa Vaccum
• Timbangan
Rumus kadar kotoran = (wb-wa x100%)
w
keterangan : Wa = berat cawan kosong (g)
Wb = berat cawan + sisa kotoran (g)
W = berat sampel (g)
2.2.3.3.2 Prosedur kerja :
1. Dibilas Goach Crucible beserta kertas saring What man dengan n-hexsana dan dikeringkan dalam oven, didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang dan dicatat beratnya sebagai (Wa).
2. Ditimbang ± 10 gram sampel dalam Goach Crucible, di tambahkan n-hexana disaring larutan tersebut dengan bantuan pompa vaccum, diulangi beberapa kali hingga Goach Crucible bebas dari sampel
3. Dikeringkan goach Crusible dalam oven hingga berat konstan, ditimbang berat Goach Crucible berisi kotoran dan di catat beratnya (wb).

Rumus kadar kotoran = (wb-wa) x100%
w
keterangan : Wa = berat cawan kosong (g)
Wb = berat cawan + sisa kotoran (g)
W = berat sampel (g)
2.2.3.4 Penetapan Kadar Oil Losses
2.2.3.4.1. Bahan Dan Alat
 Bahan : Sampel minyak Screw press, Sludege Decanter, Cake Decanter, Condensat Sterilizer, Fiber Cyclon, Final Effluen, dan Nut, kapas, n-hexsan
 Alat :
• Labu ekstraksi
• Oven
• Desikator
• Timbangan analitik
• Thimbel
• Soxhlet

2.2.3.4.2 Prosedur Kerja
1. Keringkan labu ekstraksi dalam oven bersuhu 1050C sampai kering, dinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang dan dicatat beratnya sebagai (W1)
2. Diambil sampel yang telah di keringkan dari air, dibungkus dengan kapas dan dimasukkan kedalam thimble.
3. Dimasukkan thimble kedalam soxlet, diekstraksi selam 2-3 jam atau sampai sampel bebas dari minyak, setelah itu tarik n hexsan yang ada dalam labu dengan cara penyulingan.
4. Dimasukkan labu ke dalam oven, didingikan dalam desikator dan ditimbang sampai bobot konstan (w2)

Rumus = (w1-w0) x 100%
(w2-w)

Ketrangan : W = berat cawan kosong (g)
W2 = berat cawan + sampel kering (g)
W0 = berat labu kosong (g)
W1 = berat labu + minyak (g)


2.2.3.5. Analisi DOBI (Deterioration Of Bleachability Index)
2.2.3.5.1 Bahan Dan Alat
 Bahan : Sampel minyak Storage Tank (CPO), isooctane
 Alat :
• Labu ukur
• Spechtrofotometer
• Kuvet
2.2.3.5.2 Prosedur Kerja
1. Ditimbang ± 0,15 gram sampel CPO
2. Dimasukkan kedalam labu ukur 25 ml dan dilarutkan dengan isooctane sampai tanda tera
3. Di homogenkan
4. Disiapkan Spectrofotometer untuk analisis
5. Masukkan isooctane kedalam kuvet sampai tanda tera.

















BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Sampel minyak
Dari pelaksanaan PKL yang telah di lakukan di peroleh hasil sebagai berikut :
1. Penetapan kadar FFA (Free Fatty Acid)
Dari analisa yang telah kami lakukan pada beberapa sampel minyak yang diuji di laboratorium Tidar Kerinci Agung (TKA), dapat di peroleh data sebagai berikut :
No Sampel Standar (%) Hasil (%)
1. After Screw Press < 5 2,747
2. Clariffier Tank < 4,5 2,991
3. Vaccum Dryer < 4,5 2,897
4. Storage Tank < 4,5 3,957
Sumber : PT. Tidar Kerinci Agung (TKA)
Pembahasan :
Dari hasil analisa FFA yang kami lakukan, didapatkan kadar asam lemak bebas (FFA) masing – masing sampel tidak melebihi standar yang di tetapkan oleh perusahaan yang bersangkutan. Ini berarti kadar FFA pada beberapa sampel yang diuji sudah memenuhi syarat standarisasi kandungan batas maksimal Asam Lemak Bebas (FFA).
Menurut Ketaren (1986), asam lemak bebas terbentuk karena adanya proses oksidasi, hidrolisa enzim dalam pengolahan dan penyimpanan. Dalam bahan pangan asam lemak bebas dengan kadar lebih besar dari 0,2% dari berat lemak akan mengakibatkan flavour yang tidak diinginkan dan kadang-kadang dapat meracuni tubuh (Ketaren, 1986).
Bila minyak disimpan dalam kurun waktu yang cukup lama, akan mengalami perubahan bau dan cita rasa yang menurun. Konsekuensinya harga akan berubah. Cepat atau lambatnya minyak dan lemak menjadi tengik, tergantung komposisi dan cara penyimpanannya (Winarno, 1999).
Kenaikan kadar asam lemak bebas ditentukan mulai dari saat TBS (Tandan Buah Segar) di panen sampai pengolahan di pabrik. Kenaikan asam lemak bebas ini disebabkan karena adanya reaksi hidrolisis minyak menjadi Gliserol dan Asam Lemak Beabas (FFA). Reaksi dapat di percepat dengan adanya faktor – faktor seperti panas, air, asam, logam dan katalis (enzim ). Semakin lama reakasi ini berlangsung maka akan semakin tinggi kandungan sam lemak bebas yang terbentuk.
Dibawah ini adalah reaksi pembentukkan asam lemak bebas (FFA) selama pengolahan minyak :

Trigliserida Gliserol Asam Lemak Bebas

Faktor – factor yang menyebabkan peningkatan asam lemak bebas yang relative tinggi dalam minyak kelapa sawit antara lain :
a. Pemanenan buah sawit yang tidak tepat waktu
b. Keterlambatan dalam pengumpulan dan pengangkutan buah
c. Penumpukan buah yang terlalu lama
d. Proses hidrolisa selama pemrosesan di pabrik
Tindakan pencegahan yang dapat kita lakukan adalah :
1. Pemanenan pada waktu yang tepat dan harus di kaitkan dengan criteria matang panen, sehingga di hasilkan minyak dengan kualitas tinggi.
2. Masukan TBS secara langsung kedalam lori, dengan cara ini lebih efisien dan efektif, sehingga asam lemak bebas selama pemetikan, pengumpulan, penimbunan dan pengangkutan buah dapat dikurangi.
2. Penetapan Kadar Air (Moisture)
Dari analisa yang telah kami lakukan pada beberapa sampel minyak yang diuji di laboratorium Tidar Kerinci Agung (TKA), dapat di peroleh data sebagai berikut :
No Sampel Standar (%) Hasil (%)
1. Screw Press < 5 2,747
2. Vaccum Dryer < 4,5 2,991
3. Storage Tank < 4,5 2,897

Pembahasan :
Dari hasil analisa dari masing – masing sampel yang diuji diperoleh kadar air yang tidak melebihi standar yang ditetapkan oleh PT. Tidar Kerinci Agung (TKA). Ini menandakan bahwa masing – masing sampel yang diuji bermutu baik, karena semakin rendah kadar air yang di peroleh maka daya tahan minyak yang di hasilkan akan semakin lama.
Dari data di atas terlihat bahwa minyak yang di hasilkan pada mesin Screw Press masih banyak mengandung air, dengan adanya pengendapan didalam Clarifier Tank maka air akan terpisah dengan minyak, dimana minyak akan berada pada bagian atas sedangkan air akan berada pada bagian bawah. Dengan adanya pengendapan ini maka minyak akan mengalir ke Oil Tank, sehingga kadar air yang di hasilkan jauh menurun. Untuk pencegahan terjadinya hidrolisis pada minyak maka air dapat dikurangi kembali dengan alat Vaccum Dryer sehingga minyak yang di hasilkan berkadar air rendah sesuai dengan standar yang ditetapkan.
3. Penetapan Kadar Kotoran (Dirt)
No. Sampel Standar (%) Hasil (%)
1. Vaccum Dryer < 0,05 0,024
2. Storage Tank < 0,05 0,013

Pembahasan :
Dari hasil analisa dari masing – masing sampel yang diuji diperoleh kadar kotoran yang tidak melebihi standar yang ditetapkan oleh PT. Tidar Kerinci Agung (TKA). Ini menandakan bahwa masing – masing sampel yang diuji bermutu baik, karena semakin rendah kadar kotoran yang di peroleh maka daya tahan minyak yang di hasilkan akan semakin lama.

4. Penetapan Kadar Oil Losess (Kadar Minyak Yang Terbuang)
No. Sampel Standar (%) Hasil (%)
1. Sludge Decanter < 1.8 2,400
2. Cake Decanter < 2,5 4,030
3. Condensat Sterilizer - 1,010
4. Fiber Cyclon - 10,228
5. Finall effluent < 0,8 1,582

Pembahasan :
Dari hasil analisa dari masing – masing sampel yang diuji diperoleh kadar minyak buangan yang dihasilkan tidak melebihi standar yang ditetapkan oleh PT. Tidar Kerinci Agung (TKA). Ini menandakan bahwa masing – masing sampel yang diuji bermutu baik, karena semakin rendah kadar kotoran yang di peroleh maka daya tahan minyak yang di hasilkan akan semakin lama.
5. Penetapan Nilai DOBI
No. Sampel Hasil (%)
1. Storage Tank 2,24

Pembahasan :
Dari analisa yang diuji pada CPO Storage tank di peroleh nilai DOBI pada CPO adalah 2,24. DOBI merupakan salah satu indikator mutu dari CPO. Semakin tinggi nilai DOBI pada CPO menunjukkan mutu CPO yang bersangkutan semakin baik.

3.2. Sampel Kernel
Dari pelaksanaan PKL di peroleh hasil sebagai berikut :
Bagian
Sampel Nut Broken Nut Kernel Broken Kernel Shell KL
(%) KT
(%) EF
(%)
Dry Sell (DS) 0 2,1 2,8 41,8 3 11,520 - -
Craket Mixture (CM) 81,6 41,1 413,2 96,1 42,1 - 15,265 -
Ripple Mill (RPM) 17,8 19,1 223,,5 131,6 223,8 - - 94,008
Wet shell (WS) 6,4 14,6 11,8 125,8 287,5 33,470 - -
Wet Kernel (WK) 12,4 74,3 98,6 395,6 80,7 - 18,108 -
Before Kernel Silo (BKS) 5,2 31,8 386,8 282,3 40,1 - 72,1 -
Fiber ciklon (FC) 5,2 0 5,3 4,7 1,9+ 244,2 2,770 - -
Ket :
• KL : Kernel Losess (<2,0)
• KT : Kotoran (<2,0)
• EF : Effisisensi (>96,0)
Pemabahasan :
Kernel recovery meliputi aspek kegiatan pemecahan biji, pemisahan kernel dari cangkang, pengeringan serta penyimpanan kernel. Kebjakan yang ditetapkan :
a. Melalui proses pemecahan biji diharapkan diperoleh effisiensi pemecahan yang tinggi dan broken kernel yang rendah.
b. Pemisahan kernel dengan dengan cangkang diharapkan diperoleh kernel dengan kualitas sesuai standard dan kehilangan kernel minimal.
c. Dengan pengeringan diharapkan kadar air kernel produksi sesuai standard sehingga lebih tahan disimpan.
Adapun standard kualitas yang ditetapkan adalah sebagai berikut :
 Kadar air kernel : max. 7.00 % terhadap sample
 Kadar kotoran (dirt) : max. 7.00 % terhadap sample
 Kernel pecah (broken kernel) : max. 15.00 % terhadap sample
Pengawasan titik kritis dalam kernel recovery antara lain :
a. Effisiensi pemecahan Nut di Ripple Mill minimum : 95 %
b. Kehilangan minyak di Nut maximum : 0.7 %
c. Kehilangan kernel terhadap sample cangkang basah max : 3.5 %
d. Kehilangan kernel terhadap sample cangkang kering max : 2.5 %













BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
1. Pengolahan kelapa sawit menjadi CPO akan dipengaruhi kualitasnya oleh 2 (dua) factor, yaitu “factor hulu” (jenis kelapa sawit, iklim/cuaca, kondisi TBS, tingkat kematangan TBS, jarak dan waktu panen TBS sampai diolah, dll) dan “faktor hilir” (proses pengolahan di pabrik).
2. Untuk mengontrol mutu hasil pengolahan kelapa sawit (CPO dan kernel) diperlukan berbagai macam analisa, yaitu: a. FFA (asam lemak bebas), b. Kadar Air CPO, c. Kadar Kotoran (CPO dan kernel), d. Oil Losses, e. DOBI, f. Efisiensi kernel.
3. Pengelolaan limbah sangat penting dalam standarisasi perusahaan dalam manajemen lingkungan hidup, yang termaktub dalam ISO 14000. Pengelolaan limbah dapat ditangani dengan pendayagunaan sumber-sumber limbah berupa limbah cair, limbah padat dan limbah B3.

4.2. Saran
1. Analisa laboratorium yang valid memerlukan ketelitian analisa, dosis bahan kimia yang tepat, sensitivitas alat, prosedur standar, dan perlakuan yang memenuhi syarat uji analisa.
2. Untuk memperlancar pengangkutan TBS, sebaiknya jalan diperbaiki karena semakin lama proses pengangkutan dapat menyebabkan kandungan Asam Lemak Bebas (FFA) meningkat yang mengakibatkan mutu CPO yang dihasilkan rendah.